Cepat Tepat dan Akurat




Saturday, July 29, 2023

Adat Istiadat Musirawas: Tradisi Hantaran dan Tiang Kule dalam Meminang Gadis

adat istiadat musirawas
Acara lamaran, foto dok

Di Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan, terdapat tradisi adat budaya yang kental dengan nilai budaya, yaitu tradisi hantaran dan tiang kule. Tradisi ini telah diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang mereka.


Dalam acara rasan dirasan (lamaran/meminang), tradisi hantaran dan tiang kule tak dapat dipisahkan, bahkan menjadi kewajiban bagi kedua calon mempelai. 


Melalui tradisi ini, masyarakat Musirawas menunjukkan rasa hormat dan penghargaan terhadap proses pernikahan serta memperkuat hubungan antar keluarga.


Dalam tradisi adat lamaran, biasanya, sebelum calon mempelai laki-laki melamar seorang gadis, dia terlebih dahulu memberikan "Gan" (jaminan/tanda).


Gan biasanya berupa sapu tangan yang dilipiat sedemikian rupa, dimana didalam lipatan sapu tangan tersebut berisi uang,cincin dan pisau. Artinya, sang pria siap melamar gadis pujaannya.


Setelah itu, jika sapu tangan tersebut tidak dikembalikan dalam waktu yang telah disepakati, artinya gadis yang akan dilamarnya dan kedua orang tuanya setuju.


Setelah itu, selanjutnya acara rasan dirasan (acara lamaran/meminang). Keluarga laki-laki datang kerumah  calon mempelai wanita untuk melamar.  Tahap ini biasanya belum melibatkan pemangku adat dan unsur pemerintahan. Hanya antara keluarga perempuan dan laki-laki.


Setelah adanya kesepakatan,  saat lamaran, barulah pihak keluarga laki-laki datang kembali pada hari yang telah ditentukan. Pada saat inilah pemangku adat dan pemerintahan setempat ikut andil untuk menentukan pertunangan, menentukan hari pernikahan dan lain-lain, yang dikenal dengan netap ahai (menentukan hari)


Termasuk menurunkan tiang kule, yaitu pertunangan yang disaksikan pemangku adat dan unsur pemerintahan dari kedua belah pihak.


Tiang kule disini dapat juga dikatakan ikatan tanda jadi menurut adat, dimana proses pertunangan dianggap sah menurut adat dan diketahui oleh pemerintah.


Tiang kule biasanya berupa uang (tidak ada ketentuan besaran jumlahnya, seikhlasnya) yang diberikan pihak laki-laki kepada pemangku adat, ketua berasan (juru bicara saat proses lamaran) dan pemerintah setempat.


Demikian uraian singkat, adat budaya yang kental dengan nilai budaya, tradisi hantaran dan tiang kule. (*)


Share:

Comments



Blog Archive